(Diterjemahkan dari buku The Tales of Beedle the Bard karya J.K. Rowling)
2. MATA AIR KEBERUNTUNGAN
Didataran tinggi disebuah bukit terhampar taman yang
indah, tertutup oleh dinding yang tinggi dan dilindungi oleh sihir yang kuat.
Ditaman itu mengalirlah mata air keberuntungan. Sekali dalam setahun, sejak
matahari terbit sampai terbenam diwaktu yang paling panjang dari hari-hari yang
lain, seorang yang “tidak beruntung” diberi kesempatan menemukan jalan ke arah
mata air, mandi disana dan mendapatkan keberuntungan abadi. Pada waktu yang
telah ditetapkan, ratusan orang dari berbagai belahan penjuru dunia datang
mengadu nasib untuk mencapai mata air tersebut sebelum senja tiba. Laki-laki,
perempuan, tua, muda, miskin, kaya, penyihir maupun Muggle, bersama berkumpul
pada saat masih gelap, masing-masing berharap mereka yang terpilih masuk
kedalam taman.
Tiga penyihir, tiap-tiap mereka menanggung derita,
tanpa sengaja bertemu didalam kerumunan ratusan orang, saling bercerita tentang
kisah sedih mereka sambil menanti datangnya fajar. Yang pertama adalah Asha,
yang menderita sebuah penyakit yang tidak dapat disembuhkan tabib manapun, dan
dia berharap mata air itu dapat mengembalikan kesehatannya. Yang kedua adalah
Altheda, ia telah dirampok rumahnya, hartanya, bahkan tongkat sihirnya oleh
seorang penyihir yang jahat. Dia berharap mata air itu akan mengangkat perasaan
tidak berdaya dan kemiskinannya. Penyihir ketiga, bernama Amata, ditinggalkan
kekasihnya yang sangat ia cintai, dan merasa sakit hatinya tak mungkin
terobati. Ia berharap mata air itu bisa mengobati duka.
Merasa senasib sepenanggungan mereka memutuskan bahwa
tiga kepala lebih baik daripada hanya sendirian, kemudian mereka menggabungkan
usul usul untuk mencapai mata air tersebut bersama-sama. Pada sambaran petir
pertama, sebuah retakan di dinding muncul dan datanglah tanaman-tanaman
menjalar dari taman menyambar dan meliliti tubuh Asha, penyihir pertama. Dia
memegang Altheda, yang merangkul Amata. Tetapi Amata menyentuh perisai perang
seorang ksatria. Dan ketika tanaman menjalar tadi menarik Asha masuk, ketiga
penyihir bersama ksatria ikut tertarik menembus dinding dan memasuki taman.
Karena hanya satu dari mereka yang akan diperbolehkan
mandi di Mata Air itu, Asha dan Altheda menyayangkan ketidaksengajaan Amata
yang ikut membawa pesaing lainnya. Karena merasa tidak punya kekuatan sihir,
setelah menyadari bahwa ketiga wanita tersebut adalah penyihir, dan menyadari
kebenaran namanya Tuan Tidak Beruntung, ksatria itu mengatakan keinginannya
untuk pergi. Amata mengejek keputusasaannya kemudian mengajaknya bergabung
bersama mereka.
Dalam perjalanan menuju Mata Air, keempatnya
menghadapi tiga tantangan. Tantangan pertama, mereka menghadapi cacing yang
meminta bukti kesengsaraan mereka. Setelah mereka menggunakan beberapa cara
dengan sihir maupun usaha lain yang hanya sia-sia belaka, Asha menitikkan air
mata putus asa. Ternyata air mata tersebut memuaskan cacing lawan mereka
sehingga keempat orang itu dibolehkan meneruskan perjalanan.
Kemudian, mereka menjumpai sebuah bukit yang menanjak
terjal dan diminta untuk membayar hasil kerja keras mereka. Mereka mencoba dan
terus mencoba menaiki bukit selama berjam-jam namun tidak berhasil. Akhirnya,
usaha gagal Altheda ketika dia menyemangati teman-temannya untuk maju hingga
keringat mengucur dari atas alisnya membuat mereka lolos ujian itu.
Pada tantangan terakhir, mereka menjumpai sebuah
aliran sungai deras yang harus dilintasi dan diminta untuk membayar harta masa
lalu mereka. Bingung memilih, berusaha berenang atau gagal, Amata yang akhirnya
berpikir menggunakan tongkat sihirnya mengeluarkan ingatan-ingatan tentang
kekasih yang meninggalkannya, kemudian menjatuhkannya ke air (sebuah pensieve).
berpijak pada batu-batu di dalam air, keempat orang itu dapat menyeberang ke
arah Mata Air, tempat mereka harus memutuskan siapa yang akan mandi di situ.
Tapi apa daya Asha pingsan karena kelelahan dan hampir
mati. Dia mengalami penderitaan yang sangat sehingga dia tidak bisa melanjutkan
langkahnya ke mata air dan memohon ketiga temannya untuk tidak memindahkannya.
Altheda cepat-cepat mencampur sebuah ramuan mujarab untuk menolongnya dan
kenyataannya ramuan itu berhasil menyembuhkan penyakitnya, sehingga dia tidak
lagi berminat mandi dalam Mata Air itu. Dengan menyembuhkan Asha, Altheda
menyadari bahwa dia memiliki kekuatan untuk menyembuhkan orang lain dan
sehingga dapat menghasilkan uang. Dia tidak membutuhkan lagi mata air untuk
menyembuhkan perasaan tidak berdaya dan kemiskinannya
Penyihir ketiga, Amata menyadari bahwa sesudah dia
menyingkirkan rasa penyesalannya tentang kekasihnya, dia mampu melihat sifat
mantan kekasih yang kejam dan tidak bisa dipercaya, dia tidak lagi membutuhkan
Mata Air itu. dia berbalik kepada Tuan Tidak Beruntung dan menawarkan
kesempatan padanya untuk mandi di Mata Air sebagai hadiah atas keberaniannya.
Ksatria itu, yang tidak menyangka atas keberuntungannya, mandi di Mata Air dan
menceburkan diri berikut baju besi berkaratnya.
Ketika matahari menghilang diufuk barat, setelah mandi
dimata air keberuntungan tersebut sang ksatria bersimpuh di bawah kaki Amata,
memohon tangan dan hatinya. Ketiga penyihir mendapatkan impian mereka untuk
kesembuhan, seorang ksatria tak beruntung memenangkan sebuah arti keberanian,
dan Amata, seorang penyihir yang mempercayainya, menyadari bahwa dia telah
menemukan seorang lelaki yang pantas menerimanya.
Ketiga penyihir dan satria turun dari bukit
bersama-sama, berpegangan tangan dan keempatnya hidup bahagia selama-lamanya,
namun tidak ada satupun dari mereka (termasuk ratusan orang yang tidak
seberuntung mereka) yang tahu bahwa mata air keberuntungan tersebut adalah mata
air biasa seperti mata air lainnya dan tidak memiliki keajaiban sebagaimana
kabar yang tersiar.
(penterjemahan
ini dilakukan tanpa seizin penulis maupun penerbitnya dan tanpa tujuan
komersil, jika ada pihak-pihak yang keberatan dengan terjemahan ini
dapat menghubungi andy_hatman@yahoo.com kemudian selanjutnya kami akan menonaktifkan tulisan ini)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar