(Diterjemahkan dari buku The Tales Of Beedle The Bard karya Jk Rowling)
5. KISAH 3 BERSAUDARA
Dahulu kala
hidup tiga orang bersaudara, mereka melanglang buana, melewati tempat-tempat
sepi dan termaram. Sampai suatu hari tibalah ketiga bersaudara ditepi sebuah
sungai yang lebar dan dalam, sehingga terlalu berbahaya untuk dilewati dengan
berjalan kaki ataupun terlalu lebar diseberangi dengan berenang. Meskipun
demikian ketiganya merupakan penyihir yang mahir, hanya dengan melambaikan
tongkat sihir terbentuk sebuah jembatan dihadapan mereka.
Pada saat mereka sampai tengah
jembatan, ketiganya dihalangi oleh mahluk berjubah. Ternyata mahluk tersebut
adalah SANG KEMATIAN, ia marah karena merasa telah dicurangi oleh
ketiganya. Biasanya orang-orang yang berniat menyeberangi sungai tersebut
berakhir dengan tenggelam kedasar sungai. Dengan licik ia berpura-pura
memberikan selamat atas kemampuan sihir ketiganya, dan mengatakan tiap-tiap
orang akan mendapatkan hadiah atas kehebatan mereka mengalahkan kematian.
Sulung diantara mereka adalah
seorang yang senang berduel, ia meminta sebuah tongkat sihir sakti yang pernah
dibuat dimuka bumi. Tongkat sihir tersebut harus selalu memberikan kemenangan
bagi pemiliknya, sebuah tongkat yang pantas karena telah mengalahkan kematian!
Sang kematian mendekati pohon elder (semacam pohon arbei liar) yang terdapat
dipinggir sungai, membuat sebuah tongkat sihir indah dari ranting pohon
kemudian memberikan si Sulung tongkat tersebut.
Anak ke dua seorang yang sombong,
berniat mempermalukan malaikat maut lebih jauh lagi, dan meminta kemampuan
untuk menunda kematian. Sang kematian memungut sebuah batu dari dasar sungai
yang deras tersebut, memberikan batu tersebut sambil berpesan batu tersebut
mempunyai kemampuan untuk menghidupkan kembali orang yang telah meninggal
dunia.
Kematian bertanya kepada si bungsu
apa yang ia inginkan. Bungsu dari tiga bersaudara ini adalah seorang yang
rendah hati dan bijaksana, ia tidak percaya dengan niat tulus sang kematian. Si
bungsu meminta sesuatu yang dapat membuatnya pergi melanjutkan perjalanan tanpa
diikuti oleh kematian. Sang kematian dengan enggan (karena sudah berjanji
sebelumnya akan mengabulkan apapun permintaan mereka) memberikan jubah gaib
yang dimilikinya.
Sang kematian menyingkir dan
mempersilahkan mereka melanjutkan perjalanan. Ketiganya melanjutkan perjalanan
sambil memperbincangkan kejadian yang baru mereka alami sambil mengagumi hadiah
yang mereka dapat dari kematian. Sampai tiba saatnya ketiganya harus berpisah
melanjutkan tujuan masing-masing.
Sulung terus melanjutkan perjalanan
lebih dari seminggu sampai akhirnya mendapati desa yang sangat jauh, mencari
seseorang yang pernah bertengkar dengannya. Dengan tongkat elder sebagai
senjatanya, si sulung tidak akan kalah dalam pertarungan. Membiarkan lawannya
yang mati tergeletak begitu saja diatas lantai. Kemudian ia menyewa sebuah
losmen, disana si sulung menyombongkan diri bahwa ia tidak mungkin kalah karena
tongkat sihir miliknya merupakan hadiah sang kematian.
Malamnya, seorang penyihir datang
sambil mengendap-endap mendekati si sulung yang sedang tertidur dalam keadaan
mabuk, penyihir tersebut menggorok lehernya kemudian mengambil tongkat Elder.
Dan kematian datang menghampiri, mengambil si sulung sebagai miliknya.
Sementara itu, anak ke dua dari tiga
bersaudara kembali kerumahnya dimana ia tinggal sendirian disana. Kemudian ia
mengeluarkan batu kebangkitan, diletakkan diatas telapak tangannya
kemudian diputar tiga kali. Tiba-tiba bayangan wanita yang dulu pernah hampir
dinikahinya muncul dihadapannya.
Tetapi wanita pujaannya terlihat
sedih dan dingin, seakan-akan ada sesuatu yang memisahkan mereka berdua.
Sekalipun sang wanita hidup kembali, tetapi dunia ini bukanlah tempatnya dan
terlihat sangat menderita. Sampai akhirnya anak ke dua menjadi putus harapan,
kemudian bunuh diri demi menyusul orang yang ia cintai. Dan kematian datang
untuk anak kedua.
Sang maut kemudian mencari si
bungsu, bertahun-tahun mencari tanpa ada hasil. Ketika si bungsu sudah menjadi
tua, ia melepas jubah pemberian malaikat maut dan menyerahkan jubah tersebut
kepada anaknya. Si bungsu menyapa malaikat maut yang menemuinya dengan senang
hati sebagaimana seseorang bertemu kawan lama. Malaikat maut dengan terus
terang mengatakan bahwa posisi mereka seimbang dan si bungsu meninggal dengan
tenang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar